penerbitmesir-2xoca7xtc65wmhkn1fwgsg

Gedung percetakan yang berada di jalan yang dilalui bus dari Al Azhar ini keadaannya memprihatinkan. Tak berpenghuni, mirip bangunan yang pernah hangus terbakar

 

MUSTHAFA AL BABI AL HALABI, sebuah percetakan dan penerbit tua yang tidak asing bagi penuntut ilmu di Al Azhar, karena gedung percetakannya berada di jalan yang dilalui bus dari Al Azhar.

Saat saya mengunjunginya gedungnya yang berada di tepi pemakaman umum ini, keadaannya sudah seperti tidak berpenghuni. Cat bangunan sudah menghitam mirip bangunan yang pernah hangus terbakar. Ketika seorang bapak penjaga keluar dari bangunan saya pun menanyakan masih ada tidak kitab yang dimiliki? Ia pun manjawab, bahwa ada kemungkinan kecil panjaga toko buku datang karena ia baru melahirkan.

Akhirnya Saya hanya melihat-lihat tempat yang disebutkan sebagai toko buku itu dengan mengintip dari kacanya, yang terlihat adalah tumpukan buku-buku tua yang diletakkan tidak beraturan, berdebu dan lusuh.

Akhirnya saya memutuskan untuk mengunjugi lokasi ke dua dari toko buku penerbit yang berdiri tahun 1859 ini yang berada di belakang Al Azhar.

Di toko ini kondisinya tidak jauh berbeda dari yang pertama, baik debunya maupun kondisi bukunya yang tidak tertata rapi, rak-rak banyak yang kosong, sedangkan di bawah meja onggokan buku kotor dibiarkan begitu saja.

Di toko yang dijaga seorang bapak yang sudah sepuh itu, saya segera menemukan buku-buku ulama Nusantara.

Ada naskah tua karya Syeikh Nawawi Al Jawi yang berjudul Targhib Al Mustaqin yang dicetak tahun 1371 H atau 1952. Bahkan beberapa karya ulama asal Banten ini yang berjudul At Tsimar Al Yani’ah, Tijan Ad Durari, Mirqad Su’ud At Tashdiq, Sulam Al Munajat ala Safinati Ash Sholat dan Kasyifah As Saja dicetak tahun 1342 H alias tahun 1921.

Karya ulama Nusantara lainnya yang juga masih didapati di toko ini adalah Hasyiyah An Nafahat karya Syeikh Ahmad Al Khatib yang merupakan penjelasan dari kitab Al Waraqatkarya Imam Al Juwaini yang terbit pada tahun 1938.

Di saat yang sama ada seorang pemuda Mesir juga tengah bertanya-tanya kepada penjaga toko mengenai salah satu buku Syeikh Nawawi Al Jawi.

Sebelumnya, percetakan ini pernah merajai dunia penerbitan di negeri-negeri Muslim pada sekitar tahun 1940-an. Pada masa-masa itu judul buku yang telah diterbitkan mencapai 440 dan Indonesia sendiri merupakan pasar besar dari penerbit ini, hingga tidak hanya mencetak karya berbahasa Arab, karya dengan bahasa Melayu yang ditulis dengan huruf Arab pegon juga diterbitkan.

Hal inilah yang pernah dinyatakan oleh Samir Mahmud Al Halaby, Direktur Keuangan Percetakan kepada Al Mashry Al Yaum (03/09/2009).

Dengan kondisi demikian, karya ulama Nusantara semisal Syeikh Nawawi Banten dan Syeikh Ahmad Al Khatib melalui penerbitan ini dengan cepat bisa tersebar ke seluruh dunia Islam dan ikut memberi kontribusi besar dalam memperkaya khazanah Islam.

Barang Antik

Namun masa-masa kejayaan sudah berlalu, kini penerbitan ini hanya mampu menjual bukunya mencakup kalangan penuntut ilmu di Al Azhar saja, dengan kondisi toko yang memprihatinkan beserta buku jadul-nya itu.

Ada sebagian buku yang terlihat dicetak ulang yang merupakan copi dari yang buku lama dan itupun dengan kertas buram. Dan koleksinya pun tidak terlalu banyak.

Hingga saya khawatir semakin lama buku Musthafa Al Babi Al Halabi menjadi semacam barang antik. Ya, antik karena ia merupakan cetakan paling tua dan penting karena menjadi pijakan dalam cetakan-cetakan yang akan datang namun semakin jarang.

Lebih-lebih untuk karya ulama Nusantara, sungguh amat menyedihkan kalau sampai tidak ada pihak memiliki perhatian untuk mendokumentasikan cetakan bersejarah buku-buku karya para ulama besarnya ini.

Akhirnya sebelum meninggalkan toko, saya pun bertanya kepada bapak tua penjaga toko itu, ”Apakah buku-buku ini sudah tidak dicetak kembali?” Ia pun menjawab, ”Kita akan cetak kembali begitu ada yang sudah habis, ” ujarnya. Adakah penerbit Indonesia tergerak?.*

Tulisan berikut disalinkan dari portal berita Islam Hidayatullah.com